Sudah sangat lumrah, di setiap pergantian tahun, banyak orang mulai membuat resolusi baru. Misalnya punya mobil baru, rumah baru, turun berat badan 10kg, atau sixpack dalam 6 bulan. Resolusi baru yang diiringi dengan motivasi baru. Namun tidak sedikit juga yang tidak memiliki motivasi untuk membuat resolusi baru. Dan mulai mencari kisah-kisah motivasi untuk menambah motivasi di tahun baru. Nah, mungkin Anda salah satunya, karena sampai ke web ini. Well, sahabat motivasi, Anda sudah berusaha membuka laptop atau smartphone, membuka web browser, dan mengetikan alamat website ini lalu mulai membaca kisah motivasi, Anda sudah cukup termotivasi...!!! Yak, segera tutup web ini dan mulai lah membuat resolusi baru dan kejar targetnya. Selamat Tahun Baru!
Beberapa tahun yang lalu, saat saya naik mobil menuju rumah dari konferensi bersama seorang pegawai. Kami berkawan baik, saya pikir. Namun tiba-tiba ia berkata, “Ron, saya punya masalah besar dengan kamu. Lebih tepatnya, banyak sekali masalah dengan kamu.” Kemudian membahas semua masalah yang dia lihat pada saya.
Saya terkejut. Sebenarnya itu masalah dia bukan masalah saya. Jujur, saya rasa dia iri pada saya. Sudah bukan rahasia kalau semua orang di organisasi kami lebih condong pada saya dari pada dia.
Saya tetap diam selama dia memamaparkan semua permasalahan. Kemudian saya pulang kerumah dan mulai menulis semua masalahnya. Hasilnya adalah kartu dengan ukuran 3X5 inci, depan-belakang terisi penuh, dengan huruf yang kecil sekali.
Saya sudah siap berkonfrontasi dengannya. Namun sebelum itu, saya menemui bekas profesor yang mengajar saya untuk meminta nasihat. Setelah menceritakan duduk permasalahannya, saya bertanya bagaimana saya harus berkonfrontasi dengan teman kerja saya itu. Jawabnya, “Jangan”.
“Jangan ?” kata saya “Dia layak mendapatkannya. Seharusnya ia tahu masalah itu adalah masalah pada dirinya. Hanya ini yang dapat saya lakukan.
Mentor saya mengatakan bahwa teman kerja saya itu memang memerlukan klarifikasi dari saya. Namun saat ini yang dia perlukan adalah pengertian dan penghargaan dari saya. Dengan memberikan pengertian dan penghargaan, membuat dia terbuka untuk menerima didikan yang dia perlukan.
Akhirnya saya mengikuti arahan profesor. Saya kembali pada teman kerja itu dan saya bertanya dengan spesifik, apa yang harus saya perbuat agar saya dapat bertumbuh. 10 bulan kemudian, dia memanggil saya untuk bertemu dikantornya. Dia berkata, “Ron, kamu ingat waktu saya memaparkan kesalahan kamu? Saya akui saya salah. Jujur, waktu itu saya iri akan keberhasilan kamu. Kamu tidak berkonfrontasi dengan saya malah, kamu ingin belajar untuk berubah. Ini membuat saya malu. Saya mau minta maaf? Apakah kamu memaafkan saya?”
Tentu saja saya memaafkannya. Kartu yang saya buat itu telah saya buang beberapa bulan yang lalu.
Apakah dengan sikap kerendahan hati dan pengertian dari kita akan selalu berbuah seperti cerita diatas? Tidak selalu. Namun ini satu-satunya jalan yang paling potensial.
Kisah ini diambil dari “Make a Life Not Just A Living” karya Dr. Ron Jenson.
Perdebatan, menyerang dan berkonfrontasi tidak akan menyelesaikan masalah. Yang tertinggal adalah rasa marah, dendam bahkan mungkin rasa benci yang makin bertambah.
Saya terkejut. Sebenarnya itu masalah dia bukan masalah saya. Jujur, saya rasa dia iri pada saya. Sudah bukan rahasia kalau semua orang di organisasi kami lebih condong pada saya dari pada dia.
Saya tetap diam selama dia memamaparkan semua permasalahan. Kemudian saya pulang kerumah dan mulai menulis semua masalahnya. Hasilnya adalah kartu dengan ukuran 3X5 inci, depan-belakang terisi penuh, dengan huruf yang kecil sekali.
Saya sudah siap berkonfrontasi dengannya. Namun sebelum itu, saya menemui bekas profesor yang mengajar saya untuk meminta nasihat. Setelah menceritakan duduk permasalahannya, saya bertanya bagaimana saya harus berkonfrontasi dengan teman kerja saya itu. Jawabnya, “Jangan”.
“Jangan ?” kata saya “Dia layak mendapatkannya. Seharusnya ia tahu masalah itu adalah masalah pada dirinya. Hanya ini yang dapat saya lakukan.
Mentor saya mengatakan bahwa teman kerja saya itu memang memerlukan klarifikasi dari saya. Namun saat ini yang dia perlukan adalah pengertian dan penghargaan dari saya. Dengan memberikan pengertian dan penghargaan, membuat dia terbuka untuk menerima didikan yang dia perlukan.
Akhirnya saya mengikuti arahan profesor. Saya kembali pada teman kerja itu dan saya bertanya dengan spesifik, apa yang harus saya perbuat agar saya dapat bertumbuh. 10 bulan kemudian, dia memanggil saya untuk bertemu dikantornya. Dia berkata, “Ron, kamu ingat waktu saya memaparkan kesalahan kamu? Saya akui saya salah. Jujur, waktu itu saya iri akan keberhasilan kamu. Kamu tidak berkonfrontasi dengan saya malah, kamu ingin belajar untuk berubah. Ini membuat saya malu. Saya mau minta maaf? Apakah kamu memaafkan saya?”
Tentu saja saya memaafkannya. Kartu yang saya buat itu telah saya buang beberapa bulan yang lalu.
Apakah dengan sikap kerendahan hati dan pengertian dari kita akan selalu berbuah seperti cerita diatas? Tidak selalu. Namun ini satu-satunya jalan yang paling potensial.
Kisah ini diambil dari “Make a Life Not Just A Living” karya Dr. Ron Jenson.
Perdebatan, menyerang dan berkonfrontasi tidak akan menyelesaikan masalah. Yang tertinggal adalah rasa marah, dendam bahkan mungkin rasa benci yang makin bertambah.
Comments